Shopee Paylater dalam Perspektif Hukum Islam


Tawaran "belanja sekarang, bayar nanti atau buy now pay later" nampak menggiurkan, ya? Apalagi buat kita yang telah memiliki wishlist barang yang harus dibeli. Tapi, masih harus menunggu uangnya ada.

Belanja sekarang, bayar nanti sebetulnya sudah menjadi kebiasaan berbelanja sejak dahulu. Mungkin orangtua kita atau bahkan kita juga sudah terbiasa dengan hal itu. Contoh sederhana, kita ingin membeli motor, karena harganya mahal dan belum punya uang seharga motor tersebut, ya jalannya adalah mengambil kredit motor. Kita membayar motor tersebut dengan cara mengangsur sejumlah harga motor beserta bunganya. 

Secara prinsip sama bukan? Iya, hanya sekarang istilahnya jadi mentereng, menjadi buy now pay later. 

Mengenal Apa Itu Paylater

Belanja sekarang bayar nanti atau Buy Now Pay Later (BNPL),  merupakan metode pembayaran dimana konsumen membeli barang atau jasa dan membayarnya dalam jangka waktu tertentu (kredit) dengan biaya tambahan ataupun bunga.

Untuk bisa menggunakan Paylater syaratnya pun mudah dan tidak ribet seperti mengajukan kartu kredit. Bisa dilakukan dengan mendaftar via aplikasi tanpa perlu menyiapkan dokumen fisik ataupun survei.

Jangka waktu dan besarnya kredit juga fleksibel bisa diatur sesuai kebutuhan biasanya antara 1-12 bulan, tergantung pula pada masing-masing penyedia jasa Paylater.

Dengan sederet kemudahan yang ditawarkan, metode belanja dengan Paylater ini semakin populer dan diminati masyarakat. Terbukti dari riset yang dilakukan oleh Kredivo yang mencatat jumlah pengguna Paylater di 2022 pada platform e-commerce meningkat 38%. Sementara tahun sebelumnya tercatat hanya terjadi peningkatan 28%.

Mereka menggunakan Paylater, karena berbagai alasan. Diantaranya ingin membeli kebutuhan mendesak sebesar 58%, ingin belanja dengan cicilan jangka pendek atau kurang dari satu tahun sebanyak 52%, dan ingin memperoleh lebih banyak promo menarik sekitar 45%.

Sementara itu, objek belanja mereka meliputi smartphone, barang elektronik, fashion maupun pulsa.

Sementara itu terkait penyedia layanan Paylater, di Indonesia ada banyak penyedia layanan Paylater yang terdaftar di OJK. Lalu penyedia layanan Paylater mana yang paling diminati konsumen?

Dari hasil survei DailySocial, sepanjang tahun 2021 konsumen paling banyak menggunakan layanan Shopee Paylater. Persentasenya mencapai 78,4%. Kemudian disusul, Gopay Later berada di urutan kedua sebanyak 33,8%.

Melihat tingginya pengguna Shopee Paylater, kita sebagai umat Islam perlu mencermati lebih jauh. Terutama mengenai statusnya dalam pandangan Hukum Islam.

Tinjauan Penggunaan Shopee Paylater Dalam Perspektif Hukum Islam 

Dalam sebuah forum "Diseminasi Penggunaan Shopee Paylater dalam Perspektif Hukum Islam" yang diselenggarakan oleh Grup Riset Hukum Islam dan Peradaban, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta beberapa waktu lalu, terungkap beberapa poin masalah Shopee Paylater menurut syariah.


Di forum tersebut Hatta Syamsuddin, Lc., M.H.I selaku narasumber menyampaikan setidaknya ada 3 "Poin Bermasalah Shopee Paylater" 

1. Biaya Penanganan 

Konsumen Paylater dikenakan biaya  penanganan sebanyak 1% tiap transaksi. Contohnya : Jika pengguna bertransaksi Rp100.000,00 maka dikenakan biaya penanganan sebesar Rp1.000,00.

Penetapan biaya penanganan semacam ini  dinilai tidak sesuai dengan hukum Islam. Menurut hukum Islam, akad dalam jual beli harus jelas. Jika harus ada biaya penanganan pun nilainya harus pasti nilainya. Tidak diperkenankan menetapkan biaya penanganan menggunakan prosentase, yang menyebabkan biaya penanganan bisa berubah-ubah. Penggunaan prosentase dalam biaya penanganan, akan berpotensi menjadikan transaksi ini sebagai riba.

2. Suku Bunga 

Adanya suku bunga dalam metode Paylater sebesar 2,95% tiap transaksi. Ketentuan adanya bunga inilah yang membedakan Paylater dengan transaksi secara tunai.

Dalam hukum Islam, adanya bunga dalam transaksi jual beli, telah menjadikan jual beli tersebut haram karena ada unsur riba di dalamnya. 

Hatta menyebutkan bahwa adanya penetapan bunga yang ditentukan diawal transaksi dikategorikan sebagai Riba Qardh. 

3. Denda 

Bila pengguna terlambat membayar tagihan maka akan dikenai denda keterlambatan sebesar 5% dari total tagihan.

Menurut Hatta, ketentuan mengenai pengenaan denda keterlambatan ini dikategorkan sebagai Riba Nasiah yang diharamkan dalam Hukum Islam.

Mencermati penjelasan mengenai tiga poin bermasalah dari Shopee Paylater tersebut, Hatta menyimpulkan bahwa Shopee Paylater menurut Hukum Islam adalah haram hukumnya.

Lalu, bagaimana seharusnya sebagai umat Islam menyikapi hal tersebut?

Tentu sudah amat jelas, buy now pay later itu seharusnya ditinggalkan. Tapi, masih banyak kok, yang menggunakan cara tersebut. Ya, ini tentu menjadi keprihatinan tersendiri betapa minimnya pengetahuan dan kesadaran umat Islam akan hukum Paylater.

Dari forum Diseminasi tersebut diharapkan akan semakin banyak umat Islam yang teredukasi mengenai Paylater.

Bisakah Paylater Dijalankan Dengan Konsep Syariah?

Pandangan Hukum Islam mengenai Paylater sebetulnya sudah disuarakan oleh banyak pihak. Hanya saja sampai saat ini pihak Shopee Paylater belum merespon. Padahal jika memang bersedia untuk duduk bersama dengan para ahli Hukum Islam, dimungkinkan bagi Shopee Paylater ini dijalankan sesuai syariah.

Berikut ini solusi yang ditawarkan pada pihak Shopee Paylater : 

1. Skema Kafalah bil Ujrah, dengan menggandeng bank syariah sebagai pemberi jaminan kepada merchant. 

2. Skema Hawalah bil Ujrah, yaitu utang konsumen dialihkan ke bank syariah.

3. Skema Jualah (sayembara) قال الشافعية لو قال لغيره اقترض لي مائة ولك علي عشرة فهو جعالة “Ulama kalangan Syafiiyah berkata: “Seandainya ada orang yang berkata kepada rekannya: Carikan aku utangan sebesar 100, dan kamu akan mendapatkan dariku 10%-nya.” Maka akad seperti ini masuk kelompok ju’alah (sayembara).” (al-Mausu’atu al-Fiqhiyy) 

Akankah pihak Shopee Paylater menyambut baik tawaran solusi tersebut? Tentu sebagai umat Islam saya boleh berharap demikian. Supaya saudara-saudara pengguna Shopee Paylater tidak terkena hukum haram dalam bertransaksi.

0 comments