Resep Wingko Babat Festive : Sejumput Kenangan Disuatu Masa


Beberapa pekan setelah Idul Fitri 1443 H berlalu, hati dan pikiran saya ternyata masih tertambat di kampung halaman. Rasanya masih kurang lama, menikmati segarnya udara pagi di pinggir Serayu. Masih kurang panjang waktu untuk berbincang bersama saudara sambil gegoleran di kasur. Rasanya masih ingin berlama-lama menyantap masakan ibu, yang cita rasanya selalu di rindukan. 

Ya begitulah, karena waktu tak bisa menunggu, maka saya pun harus dipaksa keadaan untuk kembali ke rumah. Adakah diantara teman-teman yang mudik mengalami hal yang sama? Atau jangan-jangan cuma saya yang kerap terjebak pada kenangan bersama orang-orang tersayang di kampung halaman  Tsah! 

Saat pulang kampung, suka sepedaan di pinggir Sungai Serayu

Salah satu kenangan yang tiba-tiba hadir adalah kenangan bersama Simbah saat melakukan perjalanan keluar kota. Saya masih kecil waktu itu, usia SD. Simbah mengajak saya pergi ke Magelang mengunjungi Bude yang tinggal di sana. Saat diperjalanan, di bus yang kami tumpangi banyak sekali pedagang yang menawarkan jualannya. Salah satunya pedagang kue tradisional Wingko Babat. Saat itu, Simbah membelikan saya satu kantong. Itulah pertamakali saya menikmati  kue peranakan ini. 

Rasanya enak, itu yang masih saya ingat dari kesan pertama menikmati segigit kue Wingko. Kenyal, manis dan ada sensasi gurih. Nyatanya sekantong Wingko Babat yang dibelikan Simbah, habis saya makan sepanjang perjalanan. 

Ratusan purnama telah berlalu sejak perjalanan itu, kesukaan saya pada Wingko Babat ternyata tidak berubah. 

Sedikit Cerita Tentang Wingko Babat

Kue tradisional yang satu ini memiliki cerita yang unik. Kue berbahan dasar tepung ketan dengan campuran kelapa parut ini sebenarnya berasal dari sebuah wilayah kecil di kabupaten Lamongan, Jawa Timur.  Wilayah tersebut adalah Babat. Namun, pada perjalanannya ternyata Wingko Babat lebih dikenal sebagai oleh-oleh khas Semarang.
 
Bagaimana ini bisa terjadi?
 
Pada 1900-an, seorang warga Babat keturunan Thionghoa bernama Loe Soe Siang, merupakan orang yang pertama membuat dan menjual kue Wingko. Kue Wingko buatannya amat digemari di wilayah Babat. Nah, Loe Soe Siang ini memiliki seorang anak laki-laki bernama Loe Lan Ing dan seorang anak perempuan bernama Loe Lan Hwa. 

Dikemudian hari karena kondisi Babat sedang kisruh karena masa perang, pada 1944, Loe Lan Hwa memutuskan untuk mengungsi ke Semarang. Kota tersebut dianggap lebih kondusif dan aman pada saat itu. Dia membawa serta suaminya yang bernama  The Ek Tjong (D Mulyono) dan kedua anak mereka yang masih kecil yaitu The Giok Kwie (6 tahun) dan The Gwat Kwie (4 tahun). 

Untuk bertahan hidup di Semarang, Loe Lan Hwa, mengikuti jejak ayahnya membuat dan menjual kue Wingko. Usahanya ini dimulai pada 1946 dengan dibantu oleh suaminya. Untuk mengingatkan pada tempat kelahirannya maka nama Babat kemudian disematkan pada kue Wingko buatannya menjadi Wingko Babat. 

Kue Wingko Babat ini mulanya dijajakan keliling dari rumah ke rumah. Sebagian lagi dititipkan di kios-kios dekat stasiun kereta api maupun terminal bus. Lama kelamaan keberadaan Wingko Babat menjadi amat terkenal dan menjadi oleh-oleh orang yang berkunjung ke Semarang. 

Bahkan penjualan Wingko Babat kemudian tak hanya di stasiun maupun terminal di Semarang saja namun telah meluas ke banyak wilayah di Jawa Tengah. Pantas saja, saat saya dan Simbah melakukan perjalanan ke Magelang, di terminal bertemu dengan banyak penjaja Wingko Babat. 

Di daerah asalnya pun kue Wingko juga masih eksis, dikembangkan oleh keturunan dari Loe Soe Siang. Anak laki-lakinya yang bernama Loe Lan Ing meneruskan usaha ayahnya dengan mendirikan pabrik Wingko Babat yang kemudian menjadi usaha turun temurun. Hingga sekarang pabrik Wingko Babat Loe Lan Ing dikelola oleh generasi keempat. 

Jadi, begitulah ceritanya hingga di Babat maupun Semarang kita bisa menemukan sentra produksi Wingko Babat.
 
Nah, sudah jelas ya, mengenai asal usul Wingko Babat ini. 

Pas mudik kemarin sebenarnya naik kereta api. Tapi, nggak sempat mencari Wingko Babat. Bawanya ya oleh-oleh khas Banyumas, yaitu tempe Mendoan dan Gethuk Goreng. 

Akhirnya demi menuntaskan rasa kangen, Wingko Babatnya bikin sendiri aja. 

Resep Wingko Babat Yang Mudah dan Enak, Silahkan Dicoba! 

Buat saya rasa Wingko Babat original itu paling nikmat. Entah ya, mungkin karena orangnya agak old fashion gitu, jadi soal selera ya yang jadul aja. Berbeda sama anak-anak dan suami, mereka suka Wingko Babat dengan bermacam isian. Jadilah, saya membuat Wingko Babat Pandan dengan variasi isian seperti pisang, cocochip, nangka, dan kismis. Soal isian ini, bisa kalian variasikan sendiri sih. Sesuaikan saja dengan selera masing-masing.


Nah, karena itulah Wingko Babatnya dikasih nama Wingko Babat Festive. Untuk membuat Wingko Babat dibutuhkan tepung ketan putih. Kebetulan, saya memakai tepung ketan dari BOLA Deli. Bahan utamanya selain tepung ketan putih, dibutuhkan kelapa parut, pilih yang setengah tua, kemudian gula pasir, sedikit garam dan air kelapa. 

Saya memakai air kelapa karena konon resep aslinya memang menggunakan air kelapa. Tapi, ada juga yang suka memakai santan dan telur. Nah, kalau saya sih, memang sudah suka dengan resep yang memakai air kelapa saja.
 
Cara membuatnya cukup mudah. Tinggal campurkan semua bahan kecuali isian ya. Ini terakhir saja, setelah di bagai beberapa bagian. Yang agak tricky itu saat memanggangnya, karena saya pakai teflon. Bisa sih dipanggang pakai oven di atas loyang. Atau bisa juga memakai panggangan kue lumpur. 

Jika memanggang pakai teflon maka apinya harus kecil biar permukaan Wingko Babat tidak lekas gosong. Jangan lupa tutup teflon saat memanggang ya, agar panasnya terperangkap di dalam teflon dan Wingko Babat matangnya merata.



Oh ya, memanggang Wingko Babat cukup sekali dibalik, ya, supaya Wingko nya tidak keras permukaannya. Berapa lama waktu untuk memanggangnya, relatif sih, tergantung api kompor masing-masing. Kurang lebihnya sekitar 7-10 menitan jika memakai teflon. 
Nah, itu dia tips jika kalian ingin membuat Wingko Babat Festive yang dipanggang di atas teflon. 

Ada rasa, yang entah apa namanya, ketika menikmati Wingko Babat dengan secangkir kopi. Ingatan melayang pada sesosok wanita dengan rambut memutih yang mengenalkan saya pada Wingko Babad dan kopi tubruk. 

Pandangannya tak leluasa karena satu matanya tak sempurna. Namun, kondisi tersebut tak membuat langkahnya terbata. Beliau dengan telaten menyangrai biji kopi di atas tungku kayu bakar, hingga kopi siap ditumbuk dengan lesung dan alu. Bukan pekerjaan ringan untuk orang seusia Simbah tapi nyatanya, beliau sanggup.
 
Ah, aroma kopi itu, selalu saja terbayang-bayang. Ingin mengirup lagi aroma sangit kopi sangrai dari dapur Simbah. Tapi, sudah tidak mungkin terjadi. Kini, yang tersisa hanya kenangan, yang selalu saya simpan. Untuk kemudian diingat kembali saat rasa kangen itu datang. 

Kalian punya kenangan dengan Wingko Babat? Silahkan kunjungi kolom komentar untuk berbagi cerita. 

Salam





0 comments